DUDUK 2 JAM JADI JUTAWAN

Nih Dia !

“PRITA” JEMBER DITAHAN KOTA


* Aneh, Kasus Pokok Belum P21

JEMBER – Kasus penjualan bayi (adipso illegal) RSUD dr Soebandi yang dibongkar Ketua LSM Gerakan Masyarakat Peduli Aspirasi Rakyat (Gempar) Ansori “mereh” (membawa korban).

Ansori, dilaporkan balik dan ditetapkan sebagai tersangka. Kasusnya sudah P21 terkait perbuatan tidak menyenangkan atas laporan pihak RSUD dr Soebandi. Rabu (12/8) pagi, Ansori, secara resmi jadi tahanan kota.
Dia ditetapkan Jaksa sebagai tahanan kota karena pertimbangan Ansori, merupakan tokoh LSM yang tidak mungkin kabur, dan tidak mempersulit proses hukum selanjutnya. Dia kemarin diserahkan melalui tahapan pelimpahan tahap II oleh penyidik Polres Jember, Aiptu Suprayitno, diterima kasi pidana umum Kejaksaan Negeri Jember.
Sebelumnya, sempat beredar bahwa pihak RSUD dr Soebandi berupaya keras untuk meminta agar Ansori, ditahan. Mendengar isu itu, puluhan anggota LSM Gempar, dan LSM lain yang simpatik dengan perjuangan Ansori ini mengiringi Ansori, diserahkan ke Kejaksaan.
Didampingi Kuasa Hukumnya Eko Yuchdi Yuchendi, SH, Ansori dihadapkan untuk menyelesaikan berkas berkas penyerahan kasus yang sudah dinyatakan P21 itu dan tinggal menunggu pelimpahan ke Pengadilan Negeri untuk segera disidangkan.
Kajari Jember Irdham SH, saat dikonfirmasi baru saja menerima surat penyerahan dari polisi terkait kasus yang dialami Ansori tersebut. Dari pertimbangan jaksa yang menangani bahwa Ansori, tidak dilakukan penahanan karena ada jaminan dari kuasa hukum terdakwa. Serta dianggap memenuhi syarat untuk tidak dilakukan penahanan di dalam. Tapi, Ansori, hanya ditetapkan sebagai tahanan kota.
“Waktunya, ya biasa 20 hari. Artinya sebenarnya tahanan kota itu, sama dengan contoh menjalani 1 hari di dalam, dan 5 hari di luar. Kita segera limpahkan berkas itu untuk disidangkan,” ujarnya.
Kejaksaan juga sudah menetapkan tim jaksa yang akan menjadi penuntut umum di persidangan nantinya.
Ditanya soal kasus pokok yang hingga kini belum P21 menurut Kajari, masih belum diketahui. Yang jelas, kejaksaan telah memberikan petunjuk kepada penyidik kepolisian. “Itu Kasi pidum yang tahu, silahkan tanya dulu,” ujarnya.
Di sisi lain, dia juga belum mengetahui bahwa kasus yang dibongkar Ansori, berupa dugaan penjualan bayi (adopsi illegal) RSUD dr Soebandi itu sudah melewati batas waktu 14 hari dari penyerahan P18 atau sekitar 2 bulan.
“Saya belum cek itu. Yang jelas, belum menerima,” ujarnya.
Di sisi lain, Ansori, meminta kepada aparat kejaksaan untuk bersikap adil. Jika kasusnya dinyatakan P21, tapi perkara pokok belum P21 itu artinya penyidik kepolisian yang memproses berkas itu wajib dipertanyakan. Jika tidak memenuhi petunjuk jaksa selama 14 hari lebih, sesuai pasal 110 ayat 4, KUHAP, dinyatakan sudah seharusnya berkas kasus itu sudah dinyatakan P21 alias lengkap dan segera diajukan ke persidangan.
“Ini kan sudah lewat dari 14 hari lebih,” ujarnya.
Ansori, mendesak agar para tersangka dugaan adopsi illegal di RSUD dr Soebandi yang dibebaskan oleh kepolisian resort Jember itu dilakukan penahanan, karena ancaman hukumannya lebih di atas 10 tahun. “Itu kan ancaman hukuman UU No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, dan UU trafficking,” ujar Ansori.
Sekadar diketahui, kasus dugaan illegal adoption yang dilaporkan Siti Fatimah, ibu bayi Muhammad Adhar Gempar itu dibongkar Ansori selaku LSM Gempar bersama Ketua Komisi A DPRD Jember Abd Ghofur. Saat hendak mengambil bayi yang dititipkan di RSUD karena belum bisa melunasi tanggungan biaya bersalin dan perawatan itu, ternyata bayi Muhammad Adhar Gempar itu tidak ada di RSUD. Tapi,sudah dipindahtangankan tanpa sepengetahuan ibu kandungnya, Siti Fatimah.
Ansori, marah marah, bersama Ketua Komisi A DPRD Jember Abd Ghofur. Belakangan tindakan Ansori ini dianggap membuat pencemaran dan perasaan tidak mengenakkan. Tidak jelas pelapornya. Apakah RSUD secara kelembagaan atau Direktur RSUD dr Soeband dr Yuni Ermita, MKes, sebagai pelapor. “Menurut Polisi itu, pelapornya Direktur RSUD dr Soebandi,” ujar Ansori.
Dalam kasus itu, bayi dipindahtangankan kepada pengadopsi seorang guru Syaifullah asal Desa Pontang, Ambulu. Guru ini belakangan ditetapkan sebagai tersangka pengadopsi karena menyerahkan uang tebusan Rp 11 juta, untuk pengganti biaya perawatan bayi.
Pengadopsi ini, ditetapkan sebagai tersangka pegawai RSUD dr Soebandi bernama Rini Dri Retnowati Kepala Ruang Perinatologi, Riningsih Kepala Ruang Nifas, pegawai administrasi Sri Rahayu Niwidadi serta pengadopsi Syaifullah. Keempatnya penahanannya ditangguhkan oleh Polisi dengan alasan untuk pelayanan umum RSUD karena sebagai Pegawai Negeri Sipil.kim

Tidak ada komentar: