DUDUK 2 JAM JADI JUTAWAN

Nih Dia !

KANTOR DINAS PERIKANAN DILEMPARI IKAN BUSUK




1000 Nelayan Tolak Rumpon Karena Tak Ada Ijin

JEMBER – Selain tak ada ijin alias illegal, rumpon yang dipasang oleh sejumlah nelayan atas rekomendasi Camat, dan Kepala Dinas Perikanan, Peternakan, dan Kelautan Pemkab Jember itu merugikan 2000 nelayan non rumpon. Seribu massa nelayan Puger Selasa (21/7) menyerbu Kantor Dinas ini untuk meminta agar rumpon di Laut Puger diputus.

Setelah berorasi, dan membeber poster protesnya coordinator nelayan meminta ditemui Kepala Dinas Perikanan. Sambil marah marah, beberapa nelayan mengangkat keranjang berisi ikan lemuru busuk dan dilemparkan ke halaman Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan ini.
Bau menyengat pun bertebaran. Korlap aksi unjuk rasa Kustiono Musri, - dari Dewan Pengurus Lembaga Kelompok Rukun Nelayan – yang mendapat kuasa dari 1000-an nelayan Puger ini meminta semua rumpon baik di atas 12 mil laut, di bawah 12 mil laut, dan di antara 4 mil laut itu dibersihkan alias diputus.
Menurutnya, nelayan Puger yang tidak mengadakan rumpon itu hidupnya malah sengsara. Bahkan, tidak bisa menyekolahkan anaknya selama dua tahun belakangan ini. Keberadaan rumpon – rumpon itu telah dua tahun diprotes, tapi tidak digubris Pemerintah Jember.
Malahan nelayan menemukan berita acara pemasangan rumpon yang ditandatangani dengan stempel resmi Kepala UPTD Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Puger, Camat Puger, Kades Puger Wetan, hingga Kepala Satpol Airud di Puger.
Ribuan nelayan yang tidak memiliki rumpon ini jelas kehidupan, pendapatan dan penghasilannya semakin terpuruk. Ikan besar, dan bagus hanya bisa diambil oleh nelayan rumpon yang berjumlah sekitar 200 –an orang saja. Bahkan cenderung mereka adalah orang – orang berduit dan juragan yang tak mau tahu nelayan kecil.
Padahal, menurut Kustiono, dari Kepmen No 30 tahun 2004 jelas disebutkan tentang tata cara pemasangan rumpon di laut. Jika 12 mil laut ke atas ijinnya adalah ke Dirjen Kelautan, dan di areal 4 – 12 mil ijinnya dikeluarkan Gubernur , sementara di area 2 – 4 mil laut ijin dikeluarkan Bupati setempat.
Saat ini pemasangan rumpon mayoritas di atas 12 mil laut. Semuanya hanya berbekal berita acara pemberitahuan ke pejabat Kecamatan, dan UPTD Dinas Perikanan, dan Kelautan Jember, dan Satpol Airud.
Masyarakat non rumpon menuding bahwa ada oknum pejabat yang diduga memiliki investasi di rumpon itu.
Kustiono, membeber bahwa teknologi penangkapan ikan diakui sangat baik dengan rumpon. Kelebihannya adalah meningkatkan produktifitas nelayan, tidak tergantung musim, kontinyu dalam pendapatan, dan lebih mudah memilih jenis tangkapan ikan. Mengurangi biaya operasional penangkapan ikan, serta meningkatkan PAD.
Tapi, faktanya rumpon menimbulkan kerugian yang besar. Diantaranya kecemburuan dan ketegangan social antar sesama nelayan sehingga rawan konflik bentrok perang saudara, kurang berpihak kepada nelayan kecil, butuh modal besar untuk dapat memasang alat besar, dapat menimbulkan efek pagar dan merubah pola ruaya ikan dan mengganggu kelancaran pelayaran.
Di Puger sendiri, ada 19 rumpon tak berijin semuanya. Rumpon itu dinikmati sebagian kecil nelayan saja. Sedangk mayoritas nelayan tidak memakai rumpon dan mengakibatkan pendapatan turun drastic.
“Kami sudah dua tahun ini mengalami paceklik ikan Pak.. tolong kami Pak. Barang sudah habis digadaikan Pak, untuk biaya sekolah anak, dan cucu Pak,” ujar nelayan Tawan, berteriak.
Ratusan nelayan ini menggunakan 12 truk, dan 1 pick up menyerbu kantor Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan hingga memacetkan jalan Letjen Suprapto, selama 1 jam lebih. Baru kemudian petugas membuka separuh jalan untuk akses pengguna jalan lain.
Nelayan ini mengancam akan menduduki Kantor Dinas jika tidak ada keputusan pemutusan rumpon di Puger. Mereka membentangkan poster bernada protes dan cacian kepada Pemerintah diantaranya : “Rumpon harus diputus kalo tidak akan terjadi perang saudara dan banjir darah. Siapa yang tanggungjawab, Dengan Rumpon kami kelaparan, dan tidak bisa membayar PLN, air, dan sekolah anak anak, Tanggung jawabe sopo nek ngene iki, Wakil rakyat tak becus di Jember ini, Rumpon kayak penyakit, rumpon tidak hilang Bupati akan kita lelang,”
Selain mengancam menduduki kantor Dinas, mereka juga mengancam tidak membayar retribusi ikan ke pemerintah. Setelah berorasi, 10 perwakilan diterima Kepala Dinas Peternakan, Ir Dalhar. Setelah 1 jam berunding, Ir Dalhar bersedia menemui pendemo, dan mengatakan akan siap memfasilitasi agar pemilik rumpon memutus rumponnya.
Masyarakat nelayan tetap tak puas. Mereka tetap meminta ada ketegasan dari Pemerintah yang memutus rumpon itu, secara teknis. Sebab, nelayan tidak mungkin memutus rumpon mereka sendiri yang telah terpasang.
“Kalau rumpon itu tegas dinyatakan illegal dan tak ada ijin berarti melanggar hukum. Berarti ya aparat yang harus bertindak, memutusnya. Termasuk pemerintah, harus memutus rumpon itu,” ujar nelayan berteriak disambut tepuk riuh pendemo lain.
Ratusan nelayan tetap meminta hitam di atas putih pernyataan Kepala Dinas itu. Setelah berunding lagi selama 1 jam, akhirnya Kepala Dinas mengeluarkan surat tersebut. Intinya akan memfasilitasi pemilik rumpon untuk memutus rumpon, dan Dinas sebagai pengawasnya. Sementara nelayan tetap menolak rumpon habis dari laut. Karena tidak ada ijin. Dan selama 2 tahun melanggar aturan. kim

Tidak ada komentar: