DUDUK 2 JAM JADI JUTAWAN

Nih Dia !

PENAMBANGAN LIAR DI LAHAN BANDARA NOTOHADINEGORO

JEMBER – Penambangan batu galian C di lahan Bandara Notohadinegoro, diduga sebagai ajang bancakan oknum tak bertanggungjawab pengelola bandara. Selain tidak ada ijin, penambangan itu juga tidak jelas dikelola oleh siapa. Diduga kuat, pengelola bandara Dinas Perhubungan telah mengetahui itu tapi dibiarkan.

Informasi yang dihimpun, lahan bandara itu sebagian adalah masih berupa gumuk, dan bebatuan. Tak sedikit batu – batuan dan galian C itu bertebaran di lokasi Bandara, yang mencapai 46 hektar lebih itu. Perharinya berdasar pantauan ada sekitar 25 sampai 40 truk ditransaksikan keluar oleh pengelola. Harganya bermacam – macam.
Untuk batu pondasi, harganya sekitar Rp 350.000 per truk. Batu koral 5/7 diberi harga Rp 450.000, batu koral ukuran 1/3 harganya berkisar Rp 600.000, dan abu batu berkisar Rp 650.000. Belum lagi urugan tanah yang dikeluarkan dari lahan Bandara.
Lahan Bandara Notohadinegoro adalah lahan milik Pemerintah yang bekerja sama KSO dengan pihak PTPN XII. Dan kini masih dalam penguasaan penuh dari Pemerintah Kabupaten Jember, terutama Dinas Perhubungan.
Sejauh ini, para pejabat yang ada di lingkungan Pemkab Jember terutama Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian, mengaku tidak tahu menahu ada penambangan galian C, di lahan Bandara tersebut. Sejauh ini, dia belum menerima pengajuan ijin angkut dan galian.
Aktifitas penambangan di Lahan Bandara yang terletak di Dusun Renes, Desa Wirowongso, Kecamatan Ajung ini juga lepas dari pengamatan dan pantauan Kepala Desa setempat. H Sucipto, caleg DPRD Jember yang terpilih, dari Partai Golkar ini – mantan Kades setempat- mengaku juga tidak pernah mengetahui ijin penambangan itu. Bahkan tidak selama menjabat tidak pernah ada permintaan ijin dari Dinas Perhubungan atau minimal pemberitahuan.
“Kemungkinan itu penambangan liar,” tukasnya.
Sementara itu, Kades setempat Hj Eni Hidayati, SH, - istri H Sucipto – saat dikonfirmasi mengatakan tidak tahu menahu ada penambangan batu di lahan Bandara tersebut. Bahkan jika itu legal dia sebagai pemegang wilayah setempat tidak pernah dilibatkan apapun.
“Mereka tidak perduli dengan pembangunan desa. Kendati pihak desa ada keperluan membangun faktanya harus membeli dengan harga pasar, tanpa ada potongan,” ujar Eni.
Informasi di lapangan, bahwa kegiatan itu sudah berlangsung sejak 2 tahun terakhir. Beberapa pejabat yang berkompeten terkait itu mengaku tidak tahu. Para pekerja yang ditemui, menolak memberitahukan siapa pengelola penambangan di lahan Bandara itu.
“Saya tidak berani Mas. Itu kan ada bos nya. Saya tidak berani menjawab,” tukas sopir truck yang menolak dinamakan ini.
Di lain pihak, Kepala Dinas Perhubungan Sunarsono, SH, saat dikonfirmasi melalui nomor ponselnya tidak aktif. Nomor yang biasanya aktif ini, sejak ada penetapan tersangka dari Kejaksaan Negeri terkait dugaan korupsi sewa pesawat senilai Rp 5,7 milliar itu tidak pernah aktif. Saat didatangi di kantornya juga tidak ada di tempat. kim

Tidak ada komentar: