DUDUK 2 JAM JADI JUTAWAN

Nih Dia !

LUASAN PABRIK KENDALA HOME INDUSTRI


JEMBER - Pelaku usaha home industri rokok di Kabupaten Jember sangat antusias dan respon terhadap ketentuan pemerintah terutama terkait diberlakukannya UU No 39 Tahun 2007 tentang cukai. Sehingga hal itu memacu produsen rokok home industri untuk tertib sebagai wajib pajak.

Tapi kendala besar kini menghadang lagi. Sebab, Peraturan Menteri Keuangan yang baru tentang pedoman pelaksanaan tata cara pembukuan cukai kembali membebani pelaku usaha ini. Sebab, di sana dimunculkan ketentuan luasan pabrik yang bisa mengajukan cukai rokok minimal harus memiliki lahan pabrikan seluas 200 meter persegi. Padahal, sebelumnya hanya ditentukan 50 meter persegi.
Bahkan syarat terbaru itu selain menyangkut luasan pabrik juga lokasinya harus bisa diakses jalan umum dan terlihat. Padahal faktanya kondisi pabrik rokok home industri sangat kecil. Mereka kadang mempekerjakan pekerjanya hanya sebagai buruh lepas, dan tidak memiliki karyawan tetap.
Menghadapi itu, Paguyuban Produsen Rokok Home Industri (PPR HI) Kabupaten Jember terus mengembangkan pola komunikasi kepada anggotanya yang sudah terdaftar sebanyak 120 home industri. Hal itu semata untuk menghindari cap sebagai rokok ilegal yang dianggap melanggar hukum.
Tapi dari ketentuan Perpajakan dan KPBC Jatim II ada peluang bagi home industri rokok untuk berkembang dan tidak gulung tikar. Sebab, mereka bisa bersatu dan bergabung di bawah naungan badan usaha tertentu untuk mengajukan permohonan nomor pokok pengusaha barang kena cukai (NPPBKC).
Sekretaris PPR HI Jember, Shodik, mengatakan bahwa kendala terbesar yang dihadapi home industri rokok selama ini adalah prosedur administrasi yang cukup rumit diantaranya home industri sebelum mendapatkan cukai rokok (NPPBKC) itu harus memiliki Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Tanda Daftar Industri (TDI), SIUP, hingga HO dan IMB. Semua itu tidak semua home industri anggotanya bisa memenuhi.
Selain terkendala modal, home industri itu selama ini hanya meneruskan tradisi masyarakat Jember yang tidak bisa berhenti memproduksi rokok. Selain karena kebanggaan dan hasil produksi tembakau di Jember sangat berlimpah. Hampir mayoritas lahan kering di Jember ditanami petani dengan tembakau kendati sasaran penjualannya belum jelas.
Dari situlah upaya pembinaan dari Perpajakan, dan KPBC Jatim II sangat diharapkan. Termasuk acara sosialisasi Undang – undang tentang cukai, dan rokok ilegal harus sering dilakukan. Terakhir, Lokakarya Sosialisasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau yang digelar di gedung KAUJE Unej Jl Kalimantan Jember ini cukup mendapat respon dari pelaku home industri.
Kata Shodik, dari 120 anggotanya saja yang sudah tergabung dalam home industri yang memproduksi rokok bisa menghasilkan rokok per batang sebanyak 5 bal. Satu bal ada 20 pres sehingga totalnya 100 pres. Di Jember saja, jika semua anggotanya dikenai pita cukai rokok maka bisa menyumbang Rp 1,3 milliar per tahun.
Harga rata – rata di bandrol tertera Rp 2.850 dan harga jual eceran (HJE) rokok home industri itu adalah Rp 2.500. Keuntungan pengusaha home industri selama ini adalah Rp 30 per batang. Satu home industri bisa memproduksi 5 bal rokok berpita cukai.
“Di Jember memang baru kita bentuk satu kelompok. Itu berkat bimbingan dari Bea Cukai karena disyaratkan beberapa home industri bisa bergabung per satu kelompok bisa mengajukan NPPKBC, untuk mendapatkan pita cukai,” ujar Shodik.
Jika dilihat dari kondisi home industri itu, para pekerja yang mayoritas ekonomi lemah itu bisa membawa uang Rp 15.000 per orang per hari. Sehingga hal itu sangat membantu ekonomi masyarakat lemah karena pekerjaan selain melinting rokok tidak ada lagi.
Dari ketentuan yang ada di PPR HI yang melaouncing 10 merek itu bisa memesan pita cukai rokok 2 rim per bulannya. Untuk itu home industri harus merogoh kocek Rp 7.500.000 per satu rim. Satu rim nya PPR HI bisa mendapat 60.000 lembar pita cukai. kim

Tidak ada komentar: